Penulis: Winna Efendi
Penerbit: Gagasmedia
Terbit: 2012, Cetakan Ketiga
Tebal: 173 halaman
ISBN: 978-979-780-541-8
Kategori: Novel Fiksi
Genre: Romance
This novel is not just a love story.
"Banyak
orang yang berharap dapat memutar kembali waktu karena penyesalan,
sampai hanya itu yang tertinggal di benak mereka. Sampai penyesalan
menggerogoti jiwa mereka, sampai lama-kelamaan mereka mati bersamanya.
Penyesalan, sama seperti hidup, sama seperti kenangan, adalah hal yang
sangat mengerikan. Biasanya, saat manusia tidak menyukai kenangan akan
sesuatu, ia akan berusaha melupakannya. Menyisihkannya pelan-pelan,
sampai hilang tak berbekas. Cara terbaik untuk melarikan diri." - hal.
22-23
Cerita
sederhana tentang pertemuan seorang perempuan dan laki-laki di sebuah
kedai Wine bernama Muse. Perempuan itu selalu menyukai tempat duduk di
tepi dekat jendela. Menenggelamkan dirinya pada naskah-naskah fiksi yang
dibawanya dari masa lalu. Perempuan itu adalah adik sang pemilik kedai
Muse.
"Impuls adalah, saat ia memandang laki-laki di hadapannya, tanpa tahu perasaan apa yang seharusnya dirasakannya." - hal. 35
Sedangkan
si laki-laki, adalah seorang pemimpin perusahaan yang menggantikan
jabatan Ayahnya dan melampiaskan kebiasaan buruknya itu di kedai Muse;
insomnia. Sebenarnya sudah lama perempuan itu memperhatikan si
laki-laki, sampai akhirnya tatapan mereka bertemu lalu laki-laki itu
memberanikan diri menuju ke tempat si perempuan dan duduk di hadapannya.
Mereka memulai percakapan dengan membahas masa lalu. Tanpa saling
mengetahui identitas dan nama satu sama lain. Percakapan-percakapan
sederhana itu berlanjut hingga larut malam. Begitu pula keesokan
harinya. Sudah menjadi kebiasaan si laki-laki menyempatkan diri ke kedai
Muse untuk menyesap segelas wine ataupun membuka obrolan dengan si
perempuan.
"Itulah
yang sangat menakjubkan mengenai dunia, bukan? Begitu kita kehilangan
seseorang, ia akan pupus selamanya. Mungkin, ada orang yang mirip
dengannya, mungkin ada orang yang menggantikan posisinya, tetapi
selamanya bayang itu akan tetap menjadi bayang." - hal. 63
Tetapi
secara tiba-tiba si laki-laki itu tidak pernah muncul lagi di kedai
Muse. Perempuan itu akhirnya sadar ternyata dia merindukan laki-laki
itu. Merindukan senyum kecil di sudut bibirnya, gelak tawa serta obrolan
larut malam yang selalu mereka lakukan semenjak percakapan pertama
mereka.
"Kita tidak akan pernah benar-benar berhenti mencintai seseorang. Kita hanya belajar untuk hidup tanpa mereka." - hal. 63
Laki-laki
itu sudah tidak bisa lagi bertemu dengan si perempuan. Karena tekanan
hidup yang harus membuatnya bertanggung jawab atas apa yang sudah dia
pilih sebagai jalan 'aman'.
"Yang mana yang lebih baik; pernah memiliki, lalu kehilangan atau tidak pernah memiliki sama sekali?" - hal. 159
Ini
karya ketiga dari Mbak Winna Efendi yang saya baca setelah Ai dan
Refrain. Unforgettable dikemas Mbak Winna dengan kalimat-kalimat yang
sangat manis. Saya berkali-kali buka Memo handphone untuk mencatat
quotes-quotesnya. Good job Mbak Winna! Thanks for the sad ending :')
Another favorite quotes:
- "Bukan berarti ia hidup dengan sempurna karena kesempurnaan adalah semu." - hal. 26
- "Terkadang, orang dewasa seperti sesosok badan tak berjiwa. Semakin dewasa seseorang, semakin pudar jiwanya, menjadi robot yang berkutat dengan rutinitas." - hal.36.
- "Hanya jika kita mampu tersenyum pada memori itu tanpa rasa sesal, kita telah merelakan seutuhnya." - hal. 137
And this is the HURT one:
"Dan
mereka hanyalah dua orang asing yang tak saling mengenal. Kebetulan
bertemu di suatu tempat, pada suatu titik waktu; masing-masing
menggenggam ujung seutas benang merah." - hal.171
- G♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar